Bounty Hunters

Bountyhunters.io is the automated platform for marketing and bonuses, now you don’t need to do more daily reports, being afraid to pass something that will lead then to the fact that you receive…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Cibiran penerima beasiswa pada masa lampau dan figur untuk masa depan Indonesia.

Pernahkah terpikir oleh seorang yang notabene mempunyai pendirian dan pendapat yang berbeda namun sebenarnya dia adalah seorang yang permata yang bisa mengubah keadaan srata sosial rakyat.

Ya, pertama kita telisik dahulu bagaimana perjalanan bangsa kita dahulu, yaitu pada masa penjajahan oleh Belanda dan Jepang. Saya mengambil tokoh yaitu M. Hatta yaitu seorang tokoh yang benar-benar bisa menginspirasi kita semua.

Hatta adalah seorang petarung yang menggunakan otaknya sebagai senjata menurut saya, karena dia mengambil kesempatan untuk melanjutkan dengan beasiswa pendidikan sampai ke Eropa, tepatnya di Belanda. Beasiswa itu merupakan alat politik etis pemerintahan kolonial dan ingin dibuat sebagai balas jasa kolonial terhadap Indonesia.

Tujuan Belanda sebenarnya sangat simpel, yaitu bisa menjadikan orang-orang yang telah mendapat pendidikan yang dari Belanda tersebut menjadi pegawai instansi kolonial.

Tapi tidak semua orang yang dididik adalah orang yang benar-benar ingin belajar, ada juga yang ingin menjadi aktivis dan prihatin dengan kondisi di koloni yang akhirnya mereka membuat perkumpulan yaitu Perhimpunan Indonesia.

Seorang Hatta kemudian belajar Hukum di Den Haag dan ia pun melanjutkan studinya yaitu ilmu ekonomi yang sudah dipelajarinya sejak dari Indonesia.

Sebelum ia berangkat ke Belanda, ia pun sudah berkenalan dengan pergerakan pada tahun 1921 yaitu menjadi Bendahara Jong Sumatranen Bond dan mempunyai kenalan dengan sesepuh-sesepuh pergerakan di Jakarta. Semangat mudanya yang bergelora itu akibat ia kenal dengan aktivis-aktivis Indonesia di Belanda.

Beasiswa yang diterima oleh Hatta bukanlah seperti pada saat ini dibayar oleh pemerintah yang berkuasa, melainkan berbentuk pinjaman yang akan dibayarkan dengan dipotong jika menjadi suatu karyawan institusi koloni.

Hatta bukanlah seorang Marxis, tapi dia adalah seorang sosialisme demokrat hingga akhir kehidupannya dan tidak pernah sejalan dengan orang-orang yang berpaham komunis di masanya.

Saat menjadi seorang yang menerima awardee atau penerima beasiswa tersebut, seorang Hatta dihadapkan dengan pilihan, yaitu belajar hingga lulus atau menjadi aktivis. Dan ia pun memilih yang kedua. Ia mengedit harian Hindia Poetra yang dikirim ke kalangan aktivis antikolonial, berkumpul dan berdiskusi dengan aktivis komunis seperti Semaoen, Dharsono dan Tan Malaka (walaupun mereka berbeda prinsip). Hatta pun terpilih menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia pada tahun 1926 hingga empat tahun menjelang kelulusannya.

Perhimpunan Indonesia menjadi salah satu kunci bagi Indonesia di tangan Hatta yang menjadi juru bicara perlawanan anti-kolonial yang super efektif. Ia menjalin komunikasi dengan aktivis anti-kolonial di seluruh dunia, menghadiri pertemuan internasional di Paris dan mengkritik kebijakan kolonial Belanda di Eropa. Dengan hal tersebut, Hatta membayar mahal sekali aktvitasnya tersebut dan ia ditangkap bersama dengan aktivis lain tahun 1927 dan dipenjara selama empat bulan. Pledoinya dalam persidangan menjadi salah satu dokumen kunci dalam pemikiran politik Hatta.

Seorang Hatta tidak mungkin membuat ide yang cemerlang tanpa sebuah kunjungan ke negara lain, seperti Skandinavia yaitu Norwegia dan Finlandia menggunakan uang kas Perhimpunan Indonesia dan ia pun membuat sebuah konsep Pasal 33 UUD 1945, yaitu 'koperasi’.

Tahun 1931, Hatta pulang ke Indonesia. Ia pun bukannya mencari pasangan hidup, mencari pekerjaan, tetapi ia malah menggebu-gebu dengan melanjutkan pergerakan. Ia ditangkap pemerintah dan dibuang ke Digul (lalu Banda Neira) selama bertahun-tahun. Ia baru kembali menjelang kekalahan Belanda di tahun 1940an.

Jika dalam sudut pandang kita menilai seseorang dari kecepatan melakukan pekerjaan, adalah salah besar. Saya melihat bahwa sebuah revolusi itu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membuat sebuah revolusi yang benar-benar payoff. Seorang Hatta bersama dengan Soekarno, yang didorong oleh pemuda dan didukung oleh perwira Jepang yaitu Maeda, mempersiapkan kemerdekaan.

Hasilnya yaitu kemerdekaan tahun 1945!

Indonesia tahun 2017 memang bukan Indonesia tahun 1945. Penerima beasiswa pemerintah memang bukan aktivis Perhimpunan Indonesia, dan Hatta memang bukan seorang Marxis. Tapi apa yang mereka lakukan beresonansi dengan kegelisahan Marx lebih satu abad silam; para filsuf (atau mungkin juga Dosen, Penulis, atau mereka yang menyebut diri ‘Intelektual’) cuma bisa menafsirkan dunia. Tapi yang paling penting ya mengubahnya.

Kemerdekaan bukanlah hanya hasil dari tembak-menembak dengan pasukan kolonial, tapi banyak aspek yang menentukan sebuah kemerdekaan. Ia dibangun dari berdekade-dekade sebelumnya yaitu dari orang penerima beasiswa di Belanda, pedagang batik di Solo, petani di Semarang maupun aktivis Islam yang berada di Yogyakarta.

Jadi janganlah kalian mencibir orang yang menerima beasiswa dengan melihat ada yang menganggur dan dituduh suka plesiran ketika studi, gagal move on, dicaci dosen, dibilang ndeso dan diumpat ketika mendapat gaji cuman setara UMR ketika yang lainnya bergaji dollar di luar sana.

Perubahan yang sungguh cepat pada masa kini (ataupun masa depan) adalah sebuah tantangan bagi penerima beasiswa yang sekarang didapat dari LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan). Dengan mendapat sebuah dana beasiswa tersebut, orang akan selalu dimonitor dan diminta pertanggungjawabannya pada saat kelulusannya dan diminta untuk mengabdi negara dengan terms and condition yang sudah ditandatangani saat menerima beasiswa.

Disinilah pencarian seorang figur baru yang mungkin sulit menyamai seperti pahlawan kita yaitu M. Hatta yang adiluhung serta cintanya pada negara kita. Perlawanan kita sebagai generasi yang tidak ada lagi penjajahan adalah bagaimana kita benar-benar bertahan dengan prinsip yang sudah ada sejak zaman kita merdeka walaupun era globalisasi sekarang susah sekali dibendung.

Banyak dari teman-teman kita juga mempunyai latar belakang yang berbeda sehingga mungkin kalian antipati misalkan ia berbau paham kekiri-kirian, tapi ingatlah akan perjuangan Hatta yang benar-benar ia adalah demokrat, tapi teman yang benar-benar membantu dalam perjuangan kolonial adalah seorang komunis, khususnya Tan Malaka.

Sumber:

Add a comment

Related posts:

Tutorial Mining Di Nusapool.com

Nusapool adalah pool lokal indonesia dengan kelebihan system PPS dan server stabil. Nusapool Terbuka untuk Para miner di seluruh Dunia. di nusapool tersedia mining coin Bitcoiin (B2G), Ethereum…

How to do motivational mentoring with the G.R.O.W framework

Most people are more motivated at work when they feel like they are growing in their career. They also like feeling that their manager cares about them, both where they are now and where they are…

AI in 2020

This article is a reupload of an article posted to our old blog, posted here for completeness. Readers may find it useful as a recap of some of the headline AI events of 2020. Undoubtedly you have…