2021 Year in Review

I broke tradition by not writing a review of 2020. I truly felt that my words couldn’t do justice to or capture the monstrosity of a year that it was. And though I had high hopes for it, 2021 hasn’t…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Denial

Jakarta, 02 Oktober.

Bertahun-tahun yang lalu, Liam The Knight of Lynnix Kingdom & Julian menyelamatkan saudara perempuannya Violet 'The Queen' yang di culik oleh mantan tunangan nya Violet.

“Jika kalian menginginkan saudari Violet, maka pergilah ke Edame. Disana terdapat The powerful ancient book yang sedang di jaga oleh monster yang menyeramkan,” Ucap Kaden, “Aku mau kalian pergi kesana dan rebut buku itu lalu berikan kepada ku. Aku janji, setelah kalian melakukannya, saudari dari ratu kalian akan selamat.”

Mereka berdua menyetujui permintaan Kaden. Dan di malam hari nya, Julian dan Liam The Knight of Lynnix Kingdom pergi menuju ke tempat yang Kaden perintahkan. Namun sayang, di saat perebutan 'The powerful of ancient book' Liam, tewas di tempat di karena cakaran monster yang menusuki tubuhnya Liam. Julian yang melihat hal itu tentu saja sangat terpukul melihat pembimbing nya tewas begitu saja di tempat.

Ia mulai menyalahkan diri sendiri sebagai penyebab kematian nya Liam. Dan karena hal itu, Kehidupan Julian di hantui oleh masa lalu yang mengunci dirinya sendiri, bersembunyi dari Dunia.

Mendengar hal tersebut, Violet benar-benar di buat kesal oleh Julian. Bukan kesal lagi, tetapi ia sudah membencinya.

Dengan perasaan yang tercampur aduk, Violet ‘The Queen' mengajak Julian untuk pergi kembali kesana. Awalnya Julian menolak namun saat Violet mengatakan, “Jasa Liam yang terbunuh menjadi sia-sia hanya karena kau tidak berjuang kembali!”

Merasa bersalah ditambah dengan perasaan benci kepada ratu nya, mau tidak mau Julian mengikuti keinginannya. Namun ratu memberi syarat kepada sang guardian untuk harus bekerja sama dan menyampingkan permasalahan rasa benci mereka antara satu sama lain untuk menyelamatkan saudarinya.

Tetapi, percayakah kalian jika cinta akan tumbuh disaat kita selalu bersama dengannya?

Itulah yang dirasakan Violet dan Julian saat ini.

Saat berjuang bersama untuk menyelamatkan saudari ratu. Mungkin mereka berdua sangat membenci satu sama lain. Namun, hukum percintaan 'Enemies-to-lovers' itu masih ada.

Perasaan menggejolak namun di barengi dengan rasa benci yang menggebu-gebu.

"Aku tidak mengingat berapa lama kita bersama, tetapi di suatu tempat di tengah tawa dan senyumanmu, aku memutuskan." Sergah Liam sambil menatap intens ke arah Diam

“This is how the world ends, Violet.”

~~~~

Aku melihatnya. Aku melihatnya dengan jelas. Ciuman kening yang sangat lama diakhiri dengan pelukan hangat yang ia berikan kepadanya.

Jantungku entah mengapa berdebar sangat kencang saat melihat adegan itu. Senyuman manis yang dilontarkan oleh sang wanita ke pria di depannya membuatku mengepalkan tangan ku sangat erat. Dengan tanpa kusadari, aku sudah membuat genggaman tangan dari sahabat ku kesakitan,

“Woi Widya anjing! Sakit bego tangan gua!” Geram Prima sambil menepiskan genggaman tangan ku.

Sadar akan tepisan tangannya, pandangan ku kini fokus ke arah sahabat ku dengan raut wajah tercampur akan rasa amarah dan rasa kasian yang membuat dirinya kebingungan saat melihatku,

“Wid, lu kenapa? Gua buat salah kah?!” Seru Prima sengaja karena tepukan tangan penonton yang kini menyelimuti ruangan teater.

Aku hanya menatapnya saja tanpa menjawab pertanyaannya.

Ku beranikan tatapan ini ke arah mu. Sungguh kagetnya aku saat melihat pemandangan yang tidak aku sangka akan melihatnya.

Siluet mu dengannya sangat dekat. Jantungku makin berdebar sangat kencang ditambah dengan ricuhan tepukan tangan dari penonton yang semakin terdengar ramai saat wanita itu berusaha menghapus jarak antaramu dengannya yang membuat penonton melemparkan bunga mawar sebagai tanda bahwa performa kamu dengannya sangatlah memuaskan bagi mereka.

Tetapi, tidak denganku. Air mata entah mengapa tiba-tiba turun begitu saja membasahi pipiku. Hati merasa tidak kuat menahan segalanya, aku segera pergi dari ruang teater meninggalkan sahabatku sendirian bersama dengan yang lainnya.

“Widya kenapa rim?!” Seru Gianna ke arah Prima.

“Mana tau gua cuk! Dia tiba-tiba marah gitu ke arah gua. Mungkin dia marah gua? Atau karena..”

Aku merasakannya. Aku merasakan tatapan kebingungan dari mereka dan juga dirimu yang kini menatap dari kejauhan sambil membungkukkan badan mu. Tatapan mu masih lekat terasa pada diriku sampai aku meninggalkan ruangan teater ini.

Sinar matahari pagi masih menemani orang-orang yang sedang melakukan aktivitasnya. Suasana sekolah masih ramai akan festival yang diadakan.

Disaat semua orang sedang menikmati festivalnya. Ada seorang wanita yang menatap keramaian dari kejauhan dengan tatapan yang sendu namun terlihat sangat kosong dan air mata masih setia terlukis di wajahnya.

Hanya suara angin dan suara kericuhan dunia lah yang kini menemani Widya yang sedang terduduk di sofa dekat dengan pembatas pagar rooftop sekolah.

Pikirannya kini sedang dihantui oleh adegan antara Zidan dengan mantan kekasihnya.

'Mereka beneran ngelakuin hal itu kah?’

'Mau bilang mana mungkin. Tapi, tadi udah jelas banget siluet mereka semakin deket..’

Namun, disaat Widya sedang berpikir keras akan adegan yang barusan ia lihat. Ia baru saja sadar akan perlakuannya.

Pikirnya, buat apa dia menangis saat melihat adegan mereka berdua? Kan memang dari alur ceritanya begitu bukan? Dan juga, buat apa dia kabur dari ruangan teater saat adegan itu muncul?

'I just showed jealousy towards him.’

Jujur, jika Widya berharap satu hal yang ingin dia hapuskan dari dunia. Mungkin, ia akan memilih pertanyaan akan perasaan nya kepada Zidan.

Kenapa ia harus melakukan hal itu? Bukan tanpa alasan. Widya hanya masih bingung dengan perasaannya. Tetapi, dia sudah sangat yakin dengan perasaannya terhadap Zidan bahwa dirinya pun juga sudah jatuh cinta dengannya.

Namun, rasanya ada satu hal yang menghambat Widya untuk memberikan kepastian kepada Zidan. Iya, benar. Alasan mengapa Zidan tiba-tiba menjauhi Widya lalu ia kembali lagi ke Widya dengan tanpa merasa dosanya.

Terlalu fokus akan pikirannya, tanpa Widya sadari ada seseorang di belakangnya sambil membawakan minuman dan sapu tangan.

“Take this handkerchief to wipe your beautiful tears,”

“Azel.”

Jantung Widya kini dibuat berdebar kencang lagi. Namun, kali ini dengan ritme yang pelan. Karena dia sudah tahu dengan seseorang yang memanggilnya.

Dengan ragu, Widya segera menoleh ke arah belakangnya sambil menghapus air matanya lalu melihat sesosok Jaika di belakangnya sambil tersenyum manis kearahnya. Tidak lupa dengan tangan satunya yang penuh akan botol minuman, dan satunya sedang menyodorkan sapu tangan ke arah Widya,

“Boleh gua duduk disini?” Tanya jaika pelan dengan senyuman manis yang masih setia sambil menunjuk ke arah sofa kosong di samping Widya.

Widya awalnya masih terdiam menatap Jaika. Tetapi tidak membutuhkan waktu lama, Widya segera menganggukan kepalanya dan mengambil sapu tangan yang Jaika tawarkan padanya.

Melihat hal itu, Jaika segera duduk di samping Widya dengan pandangan yang masih berada di wanita itu.

“Nih, di minum dulu airnya. Biar lega an dikit.”

Tanpa ragu, Widya mengambil botol minuman yang Jaika tawarkan dan segera meminum airnya.

“Gimana? Udah mendingan?” Tanya Jaika sambil mengambil alih botol minum nya yang awalnya ada di Widya kini ia pindahkan ke meja.

Hening. Itu yang sedang mereka rasakan. Terasa Dejavu, seperti pertama kalinya mereka berduaan di ruang perpustakaan. Tapi kali ini, bukan dengan perasaan canggung,

Tenang. Mungkin itulah yang sedang mereka rasakan saat ini.

Hampir 7 menit keadaan masih hening, kini Jaika berusaha memecahkan keheningan itu,

“Lu tau gak? saat gua tau tentang perasaan lu ke gua. Jujur, kebahagiaan tiba-tiba menyelimuti kehidupan gua. Walaupun hanya sementara, I still remember the feeling, zel.” Ucap Jaika pelan.

“Rasanya bener-bener nyesel banget pas gua gak kasih tau lu pertama kali kita ketemu tentang apa yang sudah terjadi di kehidupan gua,” Racau Jaika, “Kalau gua kasih tau lu dari awal, maybe right now, I’m freely hugging you tightly to make you calm but in friends way.”

Perkataan Jaika membuat pandangan Widya kini fokus ke arahnya.

“Gua udah sepenuh yakin dengan Zidan. Dari gua kecil pun, gua udah memberikan semua keyakinan gua sama dia,” Kata Jaika sambil membalas pandangan Widya, “Gua pun juga udah memberikan keyakinan yang besar akan keinginannya untuk menjaga lu, zel.”

Widya masih terdiam dan pandangan nya masih berada di Jaika. Walaupun hatinya sedang berdetak tak karuan. Merasa tidak percaya akan pernyataan dari Jaika barusan.

“Zidan itu laki-laki yang berani nawarin nyawanya ke sang semesta demi orang yang dia sayangin terselamatkan dari keburukan dunia ini, zel.” Terang Jaika,

Ucapan Jaika membuat Widya membeku. Air matanya entah kenapa dengan pelan mulai membasahi pipinya.

Widya sudah tahu akan cinta nya Zidan kepadanya. Tetapi, ia tidak pernah mengira bahwa Zidan akan sesayang dan secinta ini kepadanya.

“He already fallen too deep for you, Azel. So, jangan nangis lagi ya.” Ucap Jaika memberanikan dirinya untuk mengelus rambut Widya.

Entah mengapa, Widya tidak terkejut akan perlakuannya Jaika. Melainkan, ia di buat menangis semakin jadi olehnya.

'Hal paling yang gak enak pas lagi nangis malah di pat pat sama orang.’

Hampir lama Widya menangis dan Jaika masih setia mengelus rambut nya Widya. Sampai akhirnya,

“Kalau lu udah yakin dengan perasaan lu. Just say it, Azel. I’m pretty sure, you will not get any rejection again from someone,” Ucap Jaika pelan,

Widya hanya menatapnya dengan tatapan yang sendu,

“Dan lu gak perlu pikirin gua lagi yah. Cukup buang-buang jauh perasaan lu sama gua. Karena ada yang lebih pantas untuk ngemilikin hati lu, Azel.” Jelas Jaika sambil tersenyum manis.

Keheningan mulai menyelimuti mereka lagi. Sampai Jaika,

“Azel.”

“Y-yes?”

“Yes, Jaika. You may.”

Pelukan ini. Pelukan hangat yang mereka berdua butuhkan setelah sekian lamanya.

Jaika selalu berharap, moment ini akan selalu menetap pada dirinya. Agar ia bisa bersama lebih lama dengan orang yang sudah ia sayangi seperti ia menyayangi keluarganya.

'Azel, I think it’s time for me to let you go for him. Please, be happy even without me. But don’t worry, if you need someone. I promise, Zel. I will always by your side and i will always love you, Azel.

Add a comment

Related posts:

Global Child Labor and Its Prevention

150 million children are working around the world, and the majority of them are engaged in domestic or agricultural work. Any job that poses a risk to a child's physical, mental, or emotional health…

Trains

A couple of weeks ago I stumbled upon an intruiging place. A few kilometers from a factory where we load cargo for one of our clients I noticed from a distance what looked like an old passenger…

Shareholder vs. Stakeholder Value in a Nutshell

Most firms consider their role and sphere of influence more widely than solely focusing on generating revenue and profit alone. A survery of forward-looking purpose and mission statements by UK and…